12.01.2007

Dunia Saya

Di angkot M01, pasar senen jam 7-an malam, saya bersama beberapa penumpang terdiam memandang lalu pura-pura tak peduli pada pemandangan di depan pintu angkot. Seorang mbak tersedu pedih di samping motor dengan seorang laki-laki duduk di atasnya. Saya luluh bersama pilu isaknya, seakan dunianya telah runtuh. Dunianya ... untuk seorang perempuan Indonesia marginal yang rela berpedih-pedih di pinggir motor seorang laki-laki yang melihatnya dengan rasa bersalah, dunianya mungkin lelaki itu, anak (kalau punya), rumah, tetangga.

Dunia saya, dulu saat kecil adalah orang tua, sekolah, teman baik (yang bisa dihitung jari). Satu saja hilang, sepedih mbak itu pasti tangis saya. Sekarang, dunia saya Sang Pencipta jagad raya, orang tua, kerja, kuliah, teman-teman baik (tetap masih bisa dihitung jari: jari tangan dan jari kaki). Salah satu bisa hilang, beberapa sekaligus. Tapi tidak Sang Kholiq. Dia ada dulu, sekarang dan nanti.

Turun dari angkot M01, menyusuri jalan Salemba Tengah menuju kamar kost, saya menghapus takut. Tak akan pernah saya rasakan pilu tak terperi. Karena dunia saya tak pernah akan runtuh seluruhnya. Selalu ada Robb saya, dunia sejati saya.

0 comments:

 
Template by yummylolly.com